SpekPintar – Ramai diperbincangkan soal Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2025, yang akrab disapa PP Tunas. Banyak yang khawatir aturan ini justru bikin anak-anak susah berinteraksi dan dapat manfaat dari internet. Jadi, apa kata pemerintah soal ini?
Pemerintah Bantah PP Tunas Hambat Informasi
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dengan tegas membantah anggapan bahwa PP Tunas menghalangi anak-anak mengakses informasi di dunia maya. Menurut pemerintah, justru sebaliknya! Aturan ini dirancang untuk menata sistem elektronik, dengan prioritas utama: melindungi anak-anak. Hal ini ditegaskan dalam diskusi publik di Jakarta, akhir pekan lalu.
“Bukan maksud kami membatasi anak-anak dari informasi. Tujuan utama kami adalah menciptakan dunia digital yang aman dan sehat untuk generasi muda,” jelas Arya Wiratama, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Komdigi. Ia menambahkan, aturan ini adalah langkah pencegahan agar anak-anak terlindungi dari konten negatif yang bisa merusak mental dan emosi mereka.
“Kita semua bertanggung jawab melindungi anak-anak dari hoaks, ujaran kebencian, kekerasan, dan pornografi yang bertebaran di internet,” tegasnya. Menurut Arya, PP Tunas memberi pemerintah dasar hukum yang kuat untuk menindak tegas platform digital yang abai melindungi anak-anak.
Fokus Utama: Melindungi Anak di Dunia Digital
PP Tunas ini jadi semacam “payung hukum” untuk berbagai upaya melindungi anak-anak di dunia digital. Intinya, aturan ini dibuat untuk mengurangi paparan konten negatif yang bisa berdampak buruk pada psikologis anak-anak. Selain itu, juga untuk meningkatkan literasi digital di kalangan anak-anak dan remaja, biar mereka pintar membedakan mana informasi yang benar dan mana yang salah.
“Kita ingin anak-anak kita cerdas menggunakan internet. Mereka harus tahu cara mencari informasi yang valid, menghindari penipuan online, dan melindungi diri dari perundungan siber,” kata seorang ahli kebijakan publik yang ikut menyusun PP Tunas. Pemerintah berencana menggandeng banyak pihak, dari LSM sampai akademisi dan pelaku industri, untuk menyukseskan program literasi digital ini.
Orang Tua dan Guru: Garda Terdepan
Komdigi menekankan bahwa PP Tunas bukanlah satu-satunya solusi. Peran orang tua dan guru tetap penting banget dalam mendampingi anak-anak berinteraksi dengan teknologi.
“Pendampingan orang tua dan guru itu krusial. Mereka adalah garda terdepan melindungi anak-anak dari bahaya internet,” kata Arya. Ia menambahkan, orang tua dan guru harus aktif memantau aktivitas online anak-anak, memberi edukasi tentang risiko dunia maya, dan mengajarkan cara menggunakan internet dengan bijak.
Seorang psikolog anak juga mengingatkan, “Penting bagi orang tua membangun komunikasi yang terbuka dengan anak-anak. Tanyakan apa yang mereka lakukan di internet, bantu mereka memahami risikonya, dan ajarkan cara menghadapinya.”
Soal Batasan Usia dan Akses Layanan Digital
Salah satu poin penting dalam PP Tunas adalah pengaturan batasan usia dan akses layanan digital. Aturan ini mengelompokkan pengguna internet berdasarkan usia dan membatasi akses mereka ke layanan digital tertentu sesuai tingkat risikonya.
“Kami tidak melarang anak-anak menggunakan internet. Kami hanya ingin memastikan mereka menggunakan layanan digital yang sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan mereka,” jelas Arya.
Kategori Usia, Aturannya Beda-beda, Persetujuan Orang Tua Penting!
PP Tunas membagi pengguna internet menjadi beberapa kelompok usia dengan aturan yang berbeda. Anak-anak di bawah 13 tahun hanya boleh punya akun di produk dan layanan digital berisiko rendah yang memang dirancang khusus untuk anak-anak, itu pun harus dengan izin orang tua. Anak usia 13-15 tahun boleh mengakses layanan digital dengan risiko sedang setelah dapat izin dari orang tua. Sementara, anak usia 16-17 tahun boleh menggunakan layanan digital berisiko tinggi, termasuk media sosial umum, tapi tetap harus dengan persetujuan dan pengawasan orang tua.
“Persetujuan orang tua itu penting banget. Ini adalah mekanisme kontrol yang memungkinkan orang tua memantau dan mengendalikan aktivitas online anak-anak mereka,” kata Arya. Ia menambahkan, pemerintah akan terus berupaya meningkatkan kesadaran orang tua tentang pentingnya mendampingi dan mengawasi anak-anak di dunia digital.
Kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE)
PP Tunas juga mengatur kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dalam melindungi anak-anak di dunia digital. PSE wajib menyaring konten yang berpotensi membahayakan anak-anak dan menyediakan mekanisme pelaporan yang mudah diakses pengguna.
“Kami mewajibkan PSE bertanggung jawab atas konten di platform mereka. Mereka harus aktif menghapus konten-konten negatif dan menindak tegas pengguna yang melanggar aturan,” tegas Arya.
Aturan ini juga mengharuskan PSE memverifikasi usia pengguna dan menerapkan langkah pengamanan teknis untuk mengurangi risiko paparan konten negatif. “Verifikasi usia itu penting untuk memastikan anak-anak tidak mengakses layanan digital yang tidak sesuai usia mereka,” jelas Arya.
Demi Ruang Digital yang Aman, Sehat, dan Adil
Pemerintah berharap PP Tunas bisa menciptakan ruang digital yang aman, sehat, dan adil bagi seluruh masyarakat Indonesia, terutama anak-anak. Aturan ini diharapkan bisa melindungi generasi muda dari bahaya internet dan membantu mereka mengembangkan potensi diri secara optimal.
“Kami ingin menciptakan lingkungan digital yang positif bagi anak-anak. Mereka harus merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan teknologi,” kata Arya.
Pemerintah berkomitmen untuk terus menyempurnakan PP Tunas dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih baik. “Kami akan terus mendengarkan masukan dari masyarakat dan melakukan evaluasi berkala untuk memastikan aturan ini efektif melindungi anak-anak,” pungkas Arya. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan anak-anak Indonesia bisa memanfaatkan internet secara positif dan produktif, tanpa perlu khawatir akan bahaya yang mengintai di dunia maya. ***