SpekPintar – Unjuk rasa di Makassar baru-baru ini jadi perbincangan hangat. Bukan cuma soal ramainya massa yang turun ke jalan, tapi juga gara-gara “senjata” dadakan yang bikin kaget. Bayangkan saja, pistol dan parang yang dibawa demonstran awalnya bikin tegang, eh ternyata cuma properti teater dari kardus! Aksi ini jelas memancing reaksi macam-macam, ada yang ngakak, ada juga yang mengkritik cara penyampaian aspirasi ini.
Demo Makassar: Ketika Kekesalan Berbalut Kreativitas
Aksi yang berlangsung Senin, 25 Agustus 2025 ini, merupakan bagian dari gelombang demonstrasi yang lagi marak di berbagai daerah. Ratusan orang dari berbagai kalangan turun ke jalan buat menyuarakan apa yang mereka rasakan. Mulai dari Gedung Kejaksaan Tinggi sampai Kantor DPRD Sulsel jadi sasaran orasi. Tapi, di tengah suasana yang serius, tiba-tiba muncul momen yang nggak terduga.
Polisi Sempat Kaget dengan “Senjata” Kardus
Ceritanya begini, beberapa demonstran terlihat membawa pistol dan parang. Wajar dong kalau polisi yang lagi bertugas langsung siaga. Petugas langsung mendekati dan mengamankan “senjata” tersebut. Tapi, pas diperiksa lebih lanjut, jeng…jeng… ternyata cuma mainan dari kardus! “Prank” ini langsung mencairkan suasana, meski nggak lantas bikin tuntutan jadi hilang.
“Awalnya kami memang sempat kaget, tapi setelah dicek ternyata cuma properti,” jelas Kompol Andi Rahman, Koordinator Pengamanan Aksi. “Kami apresiasi kreativitas teman-teman demonstran, tapi tetap imbau supaya aksi tetap tertib dan aman.”
Warganet Heboh, Apa Pesan di Balik “Prank”?
Kisah demonstran bersenjata kardus ini langsung viral di media sosial. Video yang diunggah di akun Instagram @makasar_infoo memperlihatkan momen saat polisi mengamankan demonstran dengan “senjata” itu. Komentar pun berdatangan. Ada yang terhibur dan menganggapnya sebagai cara kreatif menyampaikan pesan. Tapi, nggak sedikit juga yang mengkritik, merasa aksi itu malah merusak keseriusan isu yang diperjuangkan.
“Lucu sih, tapi pesannya tetap sampai kok,” tulis seorang warganet. “Semoga pemerintah juga ‘kena prank’ dan sadar sama tuntutan rakyat,” timpal yang lain.
Aksi ini juga memicu perdebatan soal etika dalam menyampaikan aspirasi. Ada yang bilang properti mainan, meski lucu, bisa mengurangi kredibilitas demonstrasi. Tapi, ada juga yang berpendapat yang penting pesannya didengar.
Tuntutan Demonstran: Kebijakan Pemerintah dan Korupsi Jadi Isu Utama
Terlepas dari “prank” viral itu, inti dari demo di Makassar tetap soal tuntutan. Para demonstran menyoroti berbagai masalah, mulai dari kebijakan pemerintah yang dianggap nggak pro-rakyat sampai korupsi yang masih merajalela. Berbagai kelompok massa dengan latar belakang berbeda bersatu dalam aksi ini.
Federasi Rakyat Demokrasi Makassar, misalnya, menyoroti keluhan masyarakat yang menjerit karena kebijakan pemerintah. “Aksi ini adalah bentuk kekecewaan kami terhadap pemerintah yang nggak mau dengerin suara rakyat,” tegas Wawan, Jenderal Lapangan dari Federasi Rakyat Demokrasi Makassar.
Senada, Kesatuan Rakyat Menggugat (Keramat) mengangkat isu reformasi jilid kedua sebagai kritik terhadap pemerintah atas pelemahan pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.
Dari Mahasiswa Hingga Buruh, Semua Turun ke Jalan
Aksi unjuk rasa di Makassar melibatkan berbagai elemen masyarakat. Ada mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, sampai kelompok buruh. Keberagaman ini menunjukkan kalau kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah nggak cuma dirasakan satu kelompok, tapi berbagai lapisan masyarakat.
Gerakan Mahasiswa Bersama Rakyat menuntut pembatalan kebijakan yang dianggap nggak pro-rakyat, seperti kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sampai tunjangan anggota DPR yang gede banget. Mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (BEM UNM) dan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) juga ikut turun jalan menolak seluruh kekacauan yang ditimbulkan pemerintah yang dianggap bobrok.
“Kami menolak seluruh kebijakan yang nggak pro-rakyat. Pemerintah harus dengar suara kami,” tegas Syarif, pengurus BEM FH UMI.
Aksi demonstrasi di Makassar ini bukti kalau suara rakyat tetap lantang, meski disuarakan dengan cara yang beda-beda. Terlepas dari pro dan kontra soal “senjata” kardus, pesannya jelas: masyarakat ingin perubahan yang lebih baik dan kebijakan pemerintah yang lebih pro-rakyat. Pemerintah diharapkan merespons aspirasi ini dengan bijak dan mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat. Di tengah rumitnya masalah, dialog antara pemerintah dan masyarakat jadi kunci untuk solusi yang berkelanjutan. Selanjutnya, masyarakat sipil berencana mengawal proses pengambilan kebijakan dan terus menyuarakan aspirasi mereka sampai tuntutan mereka dipenuhi. ***