SpekPintar – Geger kebijakan transfer data pribadi warga Indonesia ke Amerika Serikat! Gedung Putih bikin heboh dengan pengumuman terbarunya itu. Para pengamat telekomunikasi langsung angkat bicara, mengingatkan soal pentingnya timbal balik (resiprokalitas), keamanan data yang super ketat, dan kejelasan: data ini mau dipakai buat apa sih sebenarnya? Isu ini muncul bersamaan dengan berlakunya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Jadi, sebelum data kita dioper ke mana-mana, kita sebagai pemilik data harus kasih izin dulu, alias “setuju” secara eksplisit.
Soal Timbal Balik: Kalau Minta Data Kita, Mereka Juga Harus Mau Dong!
Kata Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, kalau mau transfer data ke Amerika Serikat, harus ada prinsip timbal balik. “Kalau kita diminta sharing data, ya mereka juga wajib kita mintain sharing data,” ujarnya tegas, Rabu (23/7/2025). Biar adil dan seimbang gitu lho.
Keamanan Data Nomor Satu!
Selain timbal balik, yang nggak kalah penting adalah jaminan keamanan data. Standarnya harus sama, atau bahkan lebih tinggi dari standar di Indonesia. Amerika Serikat, sebagai penerima data, wajib menjamin perlindungan data yang memadai. Kalau nggak, data pribadi kita bisa disalahgunakan atau malah jatuh ke tangan orang yang nggak bertanggung jawab!
“Keamanan data itu prioritas utama! Pemerintah harus pastiin Amerika Serikat punya sistem perlindungan data yang sepadan, bahkan lebih baik dari kita,” imbuhnya.
Tujuannya Apa? Jangan Sampai Data Dipakai Sembarangan
Heru juga menekankan pentingnya kejelasan: data kita ini mau dipakai buat apa? Pemerintah harus transparan, jenis data apa saja yang mau dibagikan, tujuannya apa, dan berapa lama data itu akan dipakai.
“Jangan kasih ‘cek kosong’ ke pihak lain. Harus jelas, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya. Intinya, biar nggak ada penyalahgunaan data dan data cuma dipakai sesuai kesepakatan.
Bahaya Kalau Transfer Data Asal-Asalan
Pemerintah nggak boleh gegabah memenuhi permintaan transfer data ini. Kalau data dikasih begitu saja, data sensitif, termasuk data pejabat negara, bisa bocor!
“Kalau nggak dipikirin matang-matang, semua data penduduk, termasuk identitas tentara, polisi, PNS, alamat, riwayat kesehatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, sampai data keuangan Anggota DPR, bisa diakses pihak yang nggak berhak!” wah, bahaya banget kan? Kebocoran data bisa berdampak serius, mengancam keamanan nasional dan melanggar privasi kita semua.
Transparansi Itu Penting Banget!
Supaya masyarakat percaya, kebijakan transfer data ini harus transparan. Pemerintah harus buka-bukaan soal poin-poin kesepakatan dagang yang melibatkan transfer data pribadi ke Amerika Serikat.
“Harus didalami, nggak semua data bisa dibuka. Harus ada persetujuan dari pemilik data, dan tujuannya apa,” pintanya. Tanpa transparansi, masyarakat mana mau mendukung kebijakan ini?
UU PDP Sudah Jalan!
Untungnya, kita punya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang sudah berlaku sejak 17 Oktober 2024. Meskipun aturan pelaksanaannya belum lengkap, UU ini jadi dasar hukum yang kuat buat melindungi data pribadi kita.
“UU PDP sudah efektif berlaku, meski aturan pelaksanaannya belum terbentuk. Tapi UU ini sudah ada dan efektif berjalan,” tegas Heru. Jadi, kita punya kekuatan hukum untuk menuntut hak-hak kita soal perlindungan data pribadi.
Kuncinya: Izin dari Kita!
Salah satu prinsip utama UU PDP adalah: data kita nggak boleh diproses atau ditransfer tanpa izin dari kita! Pihak yang mengumpulkan data wajib minta izin eksplisit dari kita sebagai pemilik data.
“Itu yang utama. Jadi, jangan sampai data kita jadi bahan atau syarat kesepakatan dagang,” pungkasnya. Izin ini harus diberikan dengan sadar, jelas, dan informatif. Kita harus tahu data apa yang mau dikumpulkan, buat apa, dan bagaimana data itu akan digunakan.
Transfer data pribadi ke Amerika Serikat ini memang rumit dan dampaknya luas. Pemerintah harus hati-hati dan transparan dalam mengambil keputusan. Jangan sampai kepentingan ekonomi mengalahkan perlindungan data pribadi kita. Kebijakan ini harus dikaji mendalam, melibatkan ahli hukum, pengamat telekomunikasi, dan perwakilan masyarakat sipil. Harapannya, kebijakan yang dihasilkan memberikan manfaat optimal bagi Indonesia tanpa mengorbankan hak privasi kita.
Kabar terakhir, pemerintah lagi ngadain kajian mendalam soal permintaan transfer data ini. Libatin banyak kementerian dan lembaga terkait, juga konsultasi sama para ahli. Semoga hasil kajian ini jadi dasar pengambilan keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab. ***